Kamis, 28 April 2011

habib Abdurrohman

Kamis, 28 April 2011

habib Abdurrohman

inthilaaqon min Qoulihii Ta’alaa:
“YAA AYYUHAL-LADZIINA AAMANUT-TAQULLOHA WA KUUNUU MA’ASH-SHOODIQIIN” (AT-TAUBAH 119)
Alhamdulillah kemarin pagi Al-Habib Abdurrohman bin Ali Masyhur (Alhabib Ali Masyhur ini sekarang menjadi Mufti di Tarim Yaman) berkesempatan hadir dan berdoa untuk seluruh santri-santri, asatidz, wali santri warga besar Ma’had ibn…u Mas’ud (MiM) Tulungagung.
alhabib abdurrohman bin ali masyhur bin muhammad bin salim bin hafidh
alhabib Abdurrohman bin Ali masyhur bin Muhammad bin Salim bin Hafidh

Beliau hadir di MiM didampingi oleh KH. Makruf pemangku pondok pesantren Ar-Risalah Lirboyo Kediri dan ust.Imam Mawardi selaku Direktur LPI Al-Azhaar Tulungagung.
alhabib abdurrohman bin ali masyhur bin muhammad bin salim bin hafidh
alhabib abdurrohman bin ali masyhur bin muhammad bin salim bin hafidh

Al-Habib Abdurrohman bin Ali Masyhur jg berkenan hadir dan berdoa ke Ma’had Al-Azhaar ‘pondok pesantren untuk yatim dan mustadl’afin’ . Bahkan beliau mendo’akan khusus pada salah seorang santri yang sudah tahfidz qur’annya masuk juz 18;
alhabib abdurrohman bin ali masyhur bin muhammad bin salim bin hafidh
alhabib abdurrohman bin ali masyhur bin muhammad bin salim bin hafidh

Setelah itu Al-Habib Abdurrohman bin Ali Masyhur jg berkenan hadir dan berdoa ke Ma’had Al-Washooya ‘pondok pesantren untuk yatim dan mustadl’afin’ Ngoro Jombang yang diasuh oleh Kyai Achmad Mubin.
alhabib abdurrohman bin ali masyhur bin muhammad bin salim bin hafidh di Ma'had Washooya Ngooro Jombang

alhabib abdurrohman bin ali masyhur bin muhammad bin salim bin hafidh di Ma'had Washooya Ngooro Jombang
alhabib abdurrohman bin ali masyhur bin muhammad bin salim bin hafidh di Ma'had Washooya Ngooro Jombang

Asmaul Husna

Asma'ul husna

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini adalah bagian dari seri Islam
Allah-eser-green.png
Rasul

Nabi Muhammad SAW
.
Kitab Suci

Al-Qur'an
.
Rukun Islam
1. Syahadat · 2. Salat · 3. Puasa
4. Zakat · 5. Haji
Rukun Iman
Iman kepada : 1. Allah
2. Malaikat · 3. Al-Qur'an ·4. Nabi
5. Hari Akhir · 6. Qada & Qadar
Tokoh Islam
Muhammad SAW
Nabi & Rasul · Sahabat
Ahlul Bait
Kota Suci
Mekkah · & · Madinah
Kota suci lainnya
Yerusalem · Najaf · Karbala
Kufah · Kazimain
Mashhad ·Istanbul · Ghadir Khum
Hari Raya
Idul Fitri · & · Idul Adha
Hari besar lainnya
Isra dan Mi'raj · Maulid Nabi
Asyura
Arsitektur
Masjid ·Menara ·Mihrab
Ka'bah · Arsitektur Islam
Jabatan Fungsional
Khalifah ·Ulama ·Muadzin
Imam·Mullah·Ayatullah · Mufti
Hukum Islam
Al-Qur'an ·Hadist
Sunnah · Fiqih · Fatwa
Syariat · Ijtihad
Manhaj
Salafush Shalih
Mazhab
1. Sunni :
Hanafi ·Hambali
Maliki ·Syafi'i
2. Syi'ah :
Dua Belas Imam
Ismailiyah·Zaidiyah
3. Lain-lain :
Ibadi · Khawarij
Murji'ah·Mu'taziliyah
Lihat Pula
Portal Islam
Indeks mengenai Islam
Dalam agama Islam, Asmaa'ul husna adalah nama-nama Allah ta'ala yang indah dan baik. Asma berarti nama dan husna berati yang baik atau yang indah jadi Asma'ul Husna adalah nama nama milik Allah ta'ala yang baik lagi indah.
Sejak dulu para ulama telah banyak membahas dan menafsirkan nama-nama ini, karena nama-nama Allah adalah alamat kepada Dzat yang mesti kita ibadahi dengan sebenarnya. Meskipun timbul perbedaan pendapat tentang arti, makna, dan penafsirannya akan tetapi yang jelas adalah kita tidak boleh musyrik dalam mempergunakan atau menyebut nama-nama Allah ta'ala. Selain perbedaaan dalam mengartikan dan menafsirkan suatu nama terdapat pula perbedaan jumlah nama, ada yang menyebut 99, 100, 200, bahkan 1.000 bahkan 4.000 nama, namun menurut mereka, yang terpenting adalah hakikat Dzat Allah SWT yang harus dipahami dan dimengerti oleh orang-orang yang beriman seperti Nabi Muhammad SAW.
Asmaaulhusna secara harfiah ialah nama-nama, sebutan, gelar Allah yang baik dan agung sesuai dengan sifat-sifat-Nya. Nama-nama Allah yang agung dan mulia itu merupakan suatu kesatuan yang menyatu dalam kebesaran dan kehebatan milik Allah.
Para ulama berpendapat bahwa kebenaran adalah konsistensi dengan kebenaran yang lain. Dengan cara ini, umat Muslim tidak akan mudah menulis "Allah adalah ...", karena tidak ada satu hal pun yang dapat disetarakan dengan Allah, akan tetapi harus dapat mengerti dengan hati dan keteranga Al-Qur'an tentang Allah ta'ala. Pembahasan berikut hanyalah pendekatan yang disesuaikan dengan konsep akal kita yang sangat terbatas ini. Semua kata yang ditujukan pada Allah harus dipahami keberbedaannya dengan penggunaan wajar kata-kata itu. Allah itu tidak dapat dimisalkan atau dimiripkan dengan segala sesuatu, seperti tercantum dalam surat Al-Ikhlas.
"Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia". (QS. Al-Ikhlas : 1-4)
Para ulama menekankan bahwa Allah adalah sebuah nama kepada Dzat yang pasti ada namanya. Semua nilai kebenaran mutlak hanya ada (dan bergantung) pada-Nya. Dengan demikian, Allah Yang Memiliki Maha Tinggi. Tapi juga Allah Yang Memiliki Maha Dekat. Allah Memiliki Maha Kuasa dan juga Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sifat-sifat Allah dijelaskan dengan istilah Asmaaul Husna, yaitu nama-nama, sebutan atau gelar yang baik.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Dalil

Berikut adalah beberapa terjemahan dalil yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan Hadits tentang asmaa'ul husna:
  • "Dialah Allah, tidak ada Tuhan/Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai asmaa'ul husna (nama-nama yang baik)." - (Q.S. Thaa-Haa : 8)[1]
  • Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaa'ul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu" - (Q.S Al-Israa': 110)[1]
  • "Allah memiliki Asmaa' ulHusna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama yang baik itu..." - (QS. Al-A'raaf : 180)[1]

[sunting] Asma Al-Husna

No. Nama Arab Indonesia

Allah الله Allah
1 Ar Rahman الرحمن Yang Maha Pengasih
2 Ar Rahiim الرحيم Yang Maha Penyayang
3 Al Malik الملك Yang Maha Merajai/Memerintah
4 Al Quddus القدوس Yang Maha Suci
5 As Salaam السلام Yang Maha Memberi Kesejahteraan
6 Al Mu`min المؤمن Yang Maha Memberi Keamanan
7 Al Muhaimin المهيمن Yang Maha Pemelihara
8 Al `Aziiz العزيز Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
9 Al Jabbar الجبار Yang Maha Perkasa
10 Al Mutakabbir المتكبر Yang Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran
11 Al Khaliq الخالق Yang Maha Pencipta
12 Al Baari` البارئ Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
13 Al Mushawwir المصور Yang Maha Membentuk Rupa (makhluknya)
14 Al Ghaffaar الغفار Yang Maha Pengampun
15 Al Qahhaar القهار Yang Maha Memaksa
16 Al Wahhaab الوهاب Yang Maha Pemberi Karunia
17 Ar Razzaaq الرزاق Yang Maha Pemberi Rejeki
18 Al Fattaah الفتاح Yang Maha Pembuka Rahmat
19 Al `Aliim العليم Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20 Al Qaabidh القابض Yang Maha Menyempitkan (makhluknya)
21 Al Baasith الباسط Yang Maha Melapangkan (makhluknya)
22 Al Khaafidh الخافض Yang Maha Merendahkan (makhluknya)
23 Ar Raafi` الرافع Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
24 Al Mu`izz المعز Yang Maha Memuliakan (makhluknya)
25 Al Mudzil المذل Yang Maha Menghinakan (makhluknya)
26 Al Samii` السميع Yang Maha Mendengar
27 Al Bashiir البصير Yang Maha Melihat
28 Al Hakam الحكم Yang Maha Menetapkan
29 Al `Adl العدل Yang Maha Adil
30 Al Lathiif اللطيف Yang Maha Lembut
31 Al Khabiir الخبير Yang Maha Mengenal
32 Al Haliim الحليم Yang Maha Penyantun
33 Al `Azhiim العظيم Yang Maha Agung
34 Al Ghafuur الغفور Yang Maha Pengampun
35 As Syakuur الشكور Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
36 Al `Aliy العلى Yang Maha Tinggi
37 Al Kabiir الكبير Yang Maha Besar
38 Al Hafizh الحفيظ Yang Maha Memelihara
39 Al Muqiit المقيت Yang Maha Pemberi Kecukupan
40 Al Hasiib الحسيب Yang Maha Membuat Perhitungan
41 Al Jaliil الجليل Yang Maha Mulia
42 Al Kariim الكريم Yang Maha Mulia
43 Ar Raqiib الرقيب Yang Maha Mengawasi
44 Al Mujiib المجيب Yang Maha Mengabulkan
45 Al Waasi` الواسع Yang Maha Luas
46 Al Hakiim الحكيم Yang Maha Maka Bijaksana
47 Al Waduud الودود Yang Maha Mengasihi
48 Al Majiid المجيد Yang Maha Mulia
49 Al Baa`its الباعث Yang Maha Membangkitkan
50 As Syahiid الشهيد Yang Maha Menyaksikan
51 Al Haqq الحق Yang Maha Benar
52 Al Wakiil الوكيل Yang Maha Memelihara
53 Al Qawiyyu القوى Yang Maha Kuat
54 Al Matiin المتين Yang Maha Kokoh
55 Al Waliyy الولى Yang Maha Melindungi
56 Al Hamiid الحميد Yang Maha Terpuji
57 Al Muhshii المحصى Yang Maha Mengkalkulasi
58 Al Mubdi` المبدئ Yang Maha Memulai
59 Al Mu`iid المعيد Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60 Al Muhyii المحيى Yang Maha Menghidupkan
61 Al Mumiitu المميت Yang Maha Mematikan
62 Al Hayyu الحي Yang Maha Hidup
63 Al Qayyuum القيوم Yang Maha Mandiri
64 Al Waajid الواجد Yang Maha Penemu
65 Al Maajid الماجد Yang Maha Mulia
66 Al Wahiid الواحد Yang Maha Tunggal
67 Al Ahad الاحد Yang Maha Esa
68 As Shamad الصمد Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
69 Al Qaadir القادر Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
70 Al Muqtadir المقتدر Yang Maha Berkuasa
71 Al Muqaddim المقدم Yang Maha Mendahulukan
72 Al Mu`akkhir المؤخر Yang Maha Mengakhirkan
73 Al Awwal الأول Yang Maha Awal
74 Al Aakhir الأخر Yang Maha Akhir
75 Az Zhaahir الظاهر Yang Maha Nyata
76 Al Baathin الباطن Yang Maha Ghaib
77 Al Waali الوالي Yang Maha Memerintah
78 Al Muta`aalii المتعالي Yang Maha Tinggi
79 Al Barri البر Yang Maha Penderma
80 At Tawwaab التواب Yang Maha Penerima Tobat
81 Al Muntaqim المنتقم Yang Maha Pemberi Balasan
82 Al Afuww العفو Yang Maha Pemaaf
83 Ar Ra`uuf الرؤوف Yang Maha Pengasuh
84 Malikul Mulk مالك الملك Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
85 Dzul Jalaali Wal Ikraam ذو الجلال و الإكرام Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
86 Al Muqsith المقسط Yang Maha Pemberi Keadilan
87 Al Jamii` الجامع Yang Maha Mengumpulkan
88 Al Ghaniyy الغنى Yang Maha Kaya
89 Al Mughnii المغنى Yang Maha Pemberi Kekayaan
90 Al Maani المانع Yang Maha Mencegah
91 Ad Dhaar الضار Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92 An Nafii` النافع Yang Maha Memberi Manfaat
93 An Nuur النور Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
94 Al Haadii الهادئ Yang Maha Pemberi Petunjuk
95 Al Baadii البديع Yang Indah Tidak Mempunyai Banding
96 Al Baaqii الباقي Yang Maha Kekal
97 Al Waarits الوارث Yang Maha Pewaris
98 Ar Rasyiid الرشيد Yang Maha Pandai
99 As Shabuur الصبور Yang Maha Sabar

Rabu, 27 April 2011

habib

Habib

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Sebutan/gelar habib di kalangan Arab-Indonesia dinisbatkan secara khusus terhadap keturunan Nabi Muhammad melalui Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib atau keturunan dari orang yang bertalian keluarga dengan Nabi Muhammad (sepupu Nabi). Habib yang datang ke Indonesia mayoritas adalah keturunan Husain bin Fatimah binti Muhammad. Gelar Habib tersebut terutama ditujukan kepada mereka yang memiliki pengetahuan agama Islam yang mumpuni dari golongan keluarga tersebut. Gelar Habib juga berarti panggilan kesayangan dari cucu kepada kakeknya dari golongan keluarga tersebut. Diperkirakan di Indonesia terdapat sebanyak 1,2 juta orang yang masih hidup yang berhak menyandang sebutan ini.[rujukan?] Di Indonesia, habib semuanya memiliki moyang yang berasal dari Yaman, khususnya Hadramaut. Berdasarkan catatan organisasi yang melakukan pencatatan silsilah para habib ini, Ar-Rabithah,[1] ada sekitar 20 juta orang di seluruh dunia yang dapat menyandang gelar ini (disebut muhibbin) dari 114 marga. Hanya keturunan laki-laki saja yang berhak menyandang gelar habib.
Dalam perkembangannya, khususnya di kalangan masyarakat muslim Indonesia, gelar ini tidak hanya disandang oleh para da'i dari Yaman saja, karena warga telah memuliakan mereka sebagai pemimpin mereka tanpa melihat asal-usul keturunan dengan alasan seorang menjadi alim tidak diakibatkan oleh asal keturunannya. Selain itu terjadi pula pelanggaran terhadap aturan, dengan menarik garis keturunan secara matrilineal (keturunan dari perempuan juga diberi hak menyandang "habib") walaupun akhirnya pernyataan ini hanyalah sebuah fitnah dari kaum orientalis untuk menghilangkan rasa hormat masyarakat ndonesia terhadap kaum kerabat Nabi Muhammad.
Para habib sangat dihormati pada masyarakat muslim Indonesia karena dianggap sebagai tali pengetahuan yang murni, karena garis keturunannya yang langsung dari Nabi Muhammad. Penghormatan ini sangat membuat gusar para kelompok anti-sunnah yang mengkait-kaitkan hal ini dengan bid'ah. Para Habaib (jamak dari Habib) di Indonesia sangatlah banyak memberikan pencerahan dan pengetahuan akan agama islam. Sudah tak terhitung jumlah orang yang akhirnya memeluk agama islam ditangan para Habaib. Gelar lain untuk habib adalah Sayyid, Syed, Sidi (Sayyidi), Wan (Ahlul Bait) dan bagi golongan ningrat (kerajaan) disebut Syarif/Syarifah. Semenetara itu di Indonesia khususnya Jawa Barat dari keturunan Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati, sebagai kerurunan Syarif Hidayatulah keturunan merekapun berhak menyandang gelar Syarif/Syarifah, namun dari keturunan [Syarif Hidayatullah] gelar tersebut akhirnya dilokalisasi menjadi Pangeran,[Tubagus]]/Ratu (Banten),Raden (Sukabumi, Bogor),Ateng (Cianjur), Aceng (Garut). Para habib terdapat pada golongan (firqoh) Sunni maupun Syiah seperti Ayatullah Ruhollah Khomeini. Kelak di akhir zaman, Imam Mahdi akan muncul dari keturunan Nabi Muhammad sendiri (habib).
Beberapa habib yang populer

Jumat, 22 April 2011

sholawat nariyah

Sholawat Nariyah adalah sebuah sholawat yang disusun oleh Syekh Nariyah. Syekh yang satu ini hidup pada jaman Nabi Muhammad sehingga termasuk salah satu sahabat nabi. Beliau lebih menekuni bidang ketauhidan. Syekh Nariyah selalu melihat kerja keras nabi dalam menyampaikan wahyu Allah, mengajarkan tentang Islam, amal saleh dan akhlaqul karimah sehingga syekh selalu berdoa kepada Allah memohon keselamatan dan kesejahteraan untuk nabi. Doa-doa yang menyertakan nabi biasa disebut sholawat dan syekh nariyah adalah salah satu penyusun sholawat nabi yang disebut sholawat nariyah.
Suatu malam syekh nariyah membaca sholawatnya sebanyak 4444 kali. Setelah membacanya, beliau mendapat karomah dari Allah. Maka dalam suatu majelis beliau mendekati Nabi Muhammad dan minta dimasukan surga pertama kali bersama nabi. Dan Nabi pun mengiyakan. Ada seseorang sahabat yang cemburu dan lantas minta didoakan yang sama seperti syekh nariyah. Namun nabi mengatakan tidak bisa karena syekh nariyah sudah minta terlebih dahulu.
Mengapa sahabat itu ditolak nabi? dan justru syekh nariyah yang bisa? Para sahabat itu tidak mengetahui mengenai amalan yang setiap malam diamalkan oleh syekh nariyah yaitu mendoakan keselamatan dan kesejahteraan nabinya. Orang yang mendoakan Nabi Muhammad pada hakekatnya adalah mendoakan untuk dirinya sendiri karena Allah sudah menjamin nabi-nabiNya sehingga doa itu akan berbalik kepada si pengamalnya dengan keberkahan yang sangat kuat.
Jadi nabi berperan sebagai wasilah yang bisa melancarkan doa umat yang bersholawat kepadanya. Inilah salah satu rahasia doa/sholawat yang tidak banyak orang tahu sehingga banyak yang bertanya kenapa nabi malah didoakan umatnya? untuk itulah jika kita berdoa kepada Allah jangan lupa terlebih dahulu bersholawat kepada Nabi SAW karena doa kita akan lebih terkabul daripada tidak berwasilah melalui bersholawat.
Inilah riwayat singkat sholawat nariyah. Hingga kini banyak orang yang mengamalkan sholawat ini, tak lain karena meniru yang dilakukan syekh nariyah. Dan ada baiknya sholawat ini dibaca 4444 kali karena syekh nariyah memperoleh karomah setelah membaca 4444 kali. Jadi jumlah amalan itu tak lebih dari itba' (mengikuti) ajaran syekh.
Agar bermanfaat, membacanya harus disertai keyakinan yang kuat, sebab Allah itu berada dalam prasangka hambanya. Inilah pentingnya punya pemikiran yang positif agar doa kita pun terkabul. Meski kita berdoa tapi tidak yakin (pikiran negatif) maka bisa dipastikan doanya tertolak.
Inilah bacaan sholawat nariyah yang terkenal itu :
"Allohumma sholli shollatan kamilah wa sallim salaman. Taman 'ala sayyidina Muhammadiladzi tanhallu bihil 'uqodu wa tanfariju bihil kurobu. Wa tuqdhobihil hawa iju wa tunna lu bihiro 'ibu wa husnul khowatim wa yustaqol ghomawu biwaj hihil kariim wa 'ala aalihi washosbihi fii kulli lamhatin wa hafasim bi'adadi kulli ma'luu mi laka ya robbal 'aalamiin"
Artinya :
"Ya Allah Tuhan Kami, limpahkanlah kesejahteraan dan keselamatan yang sempurna atas junjungan kami Nabi Muhammad SAW. Semoga terurai dengan berkahnya segala macam buhulan dilepaskan dari segala kesusahan, ditunaikan segala macam hajat, tercapai segala keinginan dan khusnul khotimah, dicurahkan rahmat dengan berkah pribadinya yang mulia. Kesejahteraan dan keselamatan yang sempurnah itu semoga Engkau limpahkan juga kepada para keluarga dan sahabatnya setiap kedipan mata dan hembusan nafas, bahkan sebanyak pengetahuan Engkau, Ya Tuhan semesta alam"

Selasa, 19 April 2011

khalifah

Khalifah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini adalah bagian dari seri Islam
Allah-eser-green.png
Rasul

Nabi Muhammad SAW
.
Kitab Suci

Al-Qur'an
.
Rukun Islam
1. Syahadat · 2. Salat · 3. Puasa
4. Zakat · 5. Haji
Rukun Iman
Iman kepada : 1. Allah
2. Malaikat · 3. Al-Qur'an ·4. Nabi
5. Hari Akhir · 6. Qada & Qadar
Tokoh Islam
Muhammad SAW
Nabi & Rasul · Sahabat
Ahlul Bait
Kota Suci
Mekkah · & · Madinah
Kota suci lainnya
Yerusalem · Najaf · Karbala
Kufah · Kazimain
Mashhad ·Istanbul · Ghadir Khum
Hari Raya
Idul Fitri · & · Idul Adha
Hari besar lainnya
Isra dan Mi'raj · Maulid Nabi
Asyura
Arsitektur
Masjid ·Menara ·Mihrab
Ka'bah · Arsitektur Islam
Jabatan Fungsional
Khalifah ·Ulama ·Muadzin
Imam·Mullah·Ayatullah · Mufti
Hukum Islam
Al-Qur'an ·Hadist
Sunnah · Fiqih · Fatwa
Syariat · Ijtihad
Manhaj
Salafush Shalih
Mazhab
1. Sunni :
Hanafi ·Hambali
Maliki ·Syafi'i
2. Syi'ah :
Dua Belas Imam
Ismailiyah·Zaidiyah
3. Lain-lain :
Ibadi · Khawarij
Murji'ah·Mu'taziliyah
Lihat Pula
Portal Islam
Indeks mengenai Islam
Khalifah adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW (570–632). Kata "Khalifah" (خليفة Khalīfah) sendiri dapat diterjemahkan sebagai "pengganti" atau "perwakilan". Pada awal keberadaannya, para pemimpin islam ini menyebut diri mereka sebagai "Khalifat Allah", yang berarti perwakilan Allah (Tuhan). Akan tetapi pada perkembangannya sebutan ini diganti menjadi "Khalifat rasul Allah" (yang berarti "pengganti Nabi Allah") yang kemudian menjadi sebutan standar untuk menggantikan "Khalifat Allah". Meskipun begitu, beberapa akademis memilih untuk menyebut "Khalīfah" sebagai pemimpin umat islam tersebut.
Khalifah juga sering disebut sebagai Amīr al-Mu'minīn (أمير المؤمنين) atau "pemimpin orang yang beriman", atau "pemimpin umat muslim", yang kadang-kadang disingkat menjadi "emir" atau "amir".
Setelah kepemimpinan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib), kekhalifahan yang dipegang berturut-turut oleh Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Bani Usmaniyah, dan beberapa khalifah kecil, berhasil meluaskan kekuasaannya sampai ke Spanyol, Afrika Utara, dan Mesir.
Khalifah berperan sebagai kepala ummat baik urusan negara maupun urusan agama. mekanisme pengangkatan dilakukan baik dengan penunjukkan ataupun majelis Syura' yang merupakan majelis Ahlul Ilmi wal Aqdi yakni ahli Ilmu (khususnya keagamaan) dan mengerti permasalahan ummat. Sedangkan Khilafah adalah nama sebuah system pemerintahan yang begitu khas, dengan menggunakan Islam sebagai Ideologi serta undang-undangnya mengacu kepada Al-Quran & Hadist.
Secara ringkas, Imam Taqiyyuddin An Nabhani (1907-1977) mendefinisikan Daulah Khilafah sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum Syariat Islam dan mengembang risalah Islam ke seluruh penjuru dunia (Imam Taqiyyuddin An Nabhani, Nizhamul Hukmi fil Islam, hal. 17). Dari definisi ini, jelas bahwa Daulah Khilafah adalah hanya satu untuk seluruh dunia.
Jabatan dan pemerintahan Khalifah berakhir dan dibubarkan dengan pendirian Republik Turki pada tanggal 3 Maret 1924 ditandai dengan pengambilalihan kekuasaan dan wilayah kekhalifahan oleh Majelis Besar Nasional Turki, yang kemudian digantikan oleh Kepresidenan Masalah Keagamaan (The Presidency of Religious Affairs) atau sering disebut sebagai Diyainah.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Kelahiran Kekhalifahan Islam

Kekhalifahan Islam, 622-750
Kebanyakan akademis menyetujui bahwa Nabi Muhammad tidak secara langsung menyarankan atau memerintahkan pembentukan kekhalifahan Islam setelah kematiannya. Permasalahan yang dihadapi ketika itu adalah: siapa yang akan menggantikan Nabi Muhammad, dan sebesar apa kekuasaan yang akan didapatkannya?

[sunting] Pengganti Nabi Muhammad

Fred M. Donner, dalam bukunya The Early Islamic Conquests (1981), berpendapat bahwa kebiasaan bangsa Arab ketika itu adalah untuk mengumpulkan para tokoh masyarakat dari suatu keluarga (bani dalam bahasa arab), atau suku, untuk bermusyawarah dan memilih pemimpin dari salah satu di antara mereka. Tidak ada prosedur spesifik dalam shura atau musyawarah ini. Para kandidat biasanya memiliki garis keturunan dari pemimpin sebelumnya, walaupun hanya merupakan keluarga jauh.
Muslim Sunni berpendapat bahwa Abu Bakar adalah pemimpin yang sah dan terpilih berdasarkan musyawarah yang sah dari komunitas islam. Mereka juga menyatakan bahwa sebaiknya pemimpin islam dipilih berdasarkan musyawarah atau pemungutan suara di antara umat muslim, walaupun pada akhirnya, kekuasaan kekhalifahan didapatkan melalui pemberontakan dan pengambilalihan kekuasaan secara paksa.
Namun Muslim Syiah tidak menyetujui hal tersebut. Mereka percaya bahwa Nabi Muhammad telah memberikan banyak indikasi yang menunjukan bahwa ˤAlī ibn Abī Talib, keponakan sekaligus menantunya, sebagai pengganti diriNya. Mereka mengatakan bahwa Abū Bakar merebut kekuasaan dengan kekuatan dan kelicikan. Semua Khalifah sebelum ˤAlī juga dianggap melakukan hal yang sama. ˤAlī dan keturunannya dianggap sebagai satu-satunya pemimpin yang sah, atau imam dalam sudut pandang syiah.
Sementara, cabang ketiga dari Islam, Muslim Ibadi, mempercayai bahwa khalifah adalah orang yang terbaik di antara umat islam, tanpa memandang keturunannya. Kaum Ibadi saat ini merupakan sekte paling kecil, yang kebanyakan berada di Oman.

[sunting] Kekuasaan khalifah

Berikut sebuah medali emas yang dipersembahkan oleh Khalifah Ustmani di Turki kepada utusan Sultan Thaha Syaifuddin yang datang meminta pertolongan Khalifah untuk melawan penjajahan Belanda di Jambi
"Siapa yang akan menggantikan Nabi Muhammad" bukanlah satu-satunya masalah yang dihadapi umat Islam saat itu; mereka juga perlu mengklarifikasi seberapa besar kekuasaan pengganti sang nabi. Muhammad, selama masa hidupnya, tidak hanya berperan sebagai pemimpin umat islam, tetapi sebagai nabi dan pemberi keputusan untuk umat Islam. Semua hukum dan praktik spiritual ditentukan sesuai ajaran Nabi Muhammad. Apakah penggantinya akan menerima perlakuan yang sama?
Tidak satu pun dari para khalifah yang mendapatkan wahyu dari Allah, karena Nabi Muhammad adalah nabi dan penyampai wahyu terakhir di muka bumi, tidak satu pun di antara mereka yang menyebut diri mereka sendiri sebagai nabī atau rasul. Untuk mengatasinya, wahyu Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad kemudian ditulis dan dikumpulkan menjadi Al-quran, dijadikan patokan dan sumber utama hukum Islam, dan menjadi batas kekuasaan khalifah Islam.
Bagaimanapun, ada beberapa bukti yang menunjukan bahwa khalifah mempercayai bahwa mereka mempunyau otoritas untuk memutuskan beberapa hal yang tidak tercantum dalam al-Quran. Mereka juga mempercayai bahwa mereka adalah pempimpin spiritual umat islam, dan mengharapkan "kepatuhan kepada khalifah" sebagai ciri seorang muslim sejati. Sarjana modern Patricia Crone dan Martin Hinds, dalam bukunya God's Caliph, menggarisbawahi bahwa fakta tersebut membuat khalifah menjadi begitu penting dalam pandangan dunia Islam ketika itu. Mereka berpendapat bahwa pandangan tersebut kemudian hilang secara perlahan-lahan seiring dengan bertambah kuatnya pengaruh ulama di kalangan umat Islam. Para ulama beranggapan bahwa mereka juga berhak menentukan apa yang dianggap legal dan baik di kalangan umat islam. Pemimpin umat Islam yang paling tepat, menurut pendapat para ulama, adalah pemimpin yang menjalankan saran-saran spiritual dari para ulama, sementara para khilafah hanya mengurusi hal-hal yang bersifat duniawi sehingga mengakibatkan konflik di antara keduanya. Perselisihan antara Khalifah dan para ulama tersebut menjadi konflik yang berlarut-larut dalam sejarah Islam. Namun akhirnya, konflik ini berakhir dengan kemenangan para ulama. Kekuasaan Khalifah selanjutnya menjadi terbatas pada hal yang bersifat keduniawian. Khalifah hanya dapat dianggap menjadi "Khalifah yang benar" apabila ia menjalankan saran spiritual para ulama. Patricia Crone dan Martin Hinds juga berpendapat bahwa muslim Syiah, dengan pandangan yang berlebihan kepada para imam, tetap menjaga kepercayaan murni umat islam, namun tidak semua ilmuwan setuju akan hal ini.
Kebanyakan Muslim Sunni saat ini mempercayai bahwa para khalifah tidak selamanya hanya menjadi pemimpin masalah duniawi, dan ulama sepenuhnya bertanggung jawab atas arah spiritual umat islam dan hukum syariah umat islam. Mereka menyebut empat Khalifah pertama sebagai Khulafa'ur Rosyidin, Khalifah yang diberkahi, karena mereka berempat mematuhi hukum yang terdapat pada Al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad dalam segala hal. Mereka juga mempercayai bahwa sekali khalifah dipilih untuk memimpin, maka sepanjang hidupnya ia akan memerintah kecuali jika ia keluar dari syariat dan hukum Islam.

[sunting] Struktur pemerintahan Negara Khilafah

Struktur pemerintahan Islam terdiri daripada 8 perangkat dan berdasarkan af’al (perbuatan) Rasulullah saw:
  1. Khalifah
    Hanya Khalifah yang mempunyai kewenangan membuat UU sesuai dengan hukum-hukum syara’ yang ditabbaninya (adopsi); Khalifah merupakan penanggung jawab kebijakan politik dalam dan luar negeri; panglima tertinggi angkatan bersenjata; mengumumkan perang atau damai; mengangkat dan memberhentikan para Mu’awin, Wali, Qadi, amirul jihad; menolak atau menerima Duta Besar; memutuskan belanjawan negara.
  2. Mu'awin Tafwidh
    Merupakan pembantu Khalifah dibidang kekuasaan dan pemerintahan, mirip menteri tetapi tidak berhak membuat undang-undang. Mu’awin menjalankan semua kewenangan Khalifah dan Khalifah wajib mengawalnya.
  3. Mu'awin Tanfidz
    Pembantu Khalifah dibidang administrasi tetapi tidak berhak membuat undang-undang. Mu’awin Tanfidz membantu Khalifah dalam hal pelaksanaan, pemantauan dan penyampaian keputusan Khalifah. Dia merupakan perantara antara Khalifah dengan struktur di bawahnya.
  4. Amirul Jihad
    Amirul Jihad membawahi bidang pertahanan, luar negeri, keamanan dalam negeri dan industri.
  5. Wali
    Wali merupakan penguasa suatu wilayah (gubernur). Wali memiliki kekuasaan pemerintahan, pembinaan dan penilaian dan pertimbangan aktivitas direktorat dan penduduk di wilayahnya tetapi tidak mempunyai kekuasaan dalam Angkatan Bersenjata, Keuangan dan pengadilan.
  6. Qadi
    Qadi merupakan badan peradilan, terdiri dari 2 badan: Qadi Qudat (Mahkamah Qudat) yang mengurus persengketaan antara rakyat dengan rakyat, perundangan, menjatuhkan hukuman, dan lain-lain serta Qadi Mazhalim (Mahkamah Madzhalim) yang mengurus persengketaan antara penguasa dan rakyat dan berhak memberhentikan semua pegawai negara, termasuk memberhentikan Khalifah jika dianggap menyimpang dari ajaran Islam.
  7. Jihaz Idari
    Pegawai administrasi yang mengatur kemaslahatan masyarakat melalui Lembaga yang terdiri dari Direktorat, Biro, dan Seksi, dan Bagian. Memiliki Direktorat di bidang pendidikan, kesehatan, kebudayaan, industri, perdagangan, pertanian, dll). Mua’win Tanfidz memberikan pekerjaan kepada Jihaz Idari dan memantau pelaksanaannya.
  8. Majelis Ummat
    Majelis Ummat dipilih oleh rakyat, mereka cerminan wakil rakyat baik individu mahupun kelompok. Majelis bertugas mengawasi Khalifah. Majelis juga berhak memberikan pendapat dalam pemilihan calon Khalifah dan mendiskusikan hukum-hukum yang akan diadopsi Khalifah, tetapi kekuasaan penetapan hukum tetap di tangan Khalifah.

[sunting] Karakter kepemimpinan Kekhalifahan Islam

Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa karakter pemimpin Islam ialah menganggap bahwa otoritas dan kekuasaan yang dimilikinya adalah sebuah kepercayaan (amanah) dari umat Islam dan bukan kekuasaan yang mutlak dan absolut. Hal ini didasarkan pada hadist yang berbunyi:
"It (sovereignty) is a trust, and on the Day of Judgment it will be a thing of sorrow and humiliation except for those who were deserving of it and did well."
Hal ini sangat kontras dengan keadaan Eropa saat itu dimana kekuasaan raja sangat absolut dan mutlak.[1]
Peranan seorang kalifah telah ditulis dalam banyak sekali literatur oleh teolog islam. Imam Najm al-Din al-Nasafi menggambarkan khalifah sebagai berikut:
"Umat Islam tidak berdaya tanpa seorang pemimpin (imam, dalam hal ini khalifah) yang dapat memimpin mereka untuk menentukan keputusan, memelihara dan menjaga daerah perbatasan, memperkuat angkatan bersenjata (untuk pertahanan negara), menerima zakat mereka (untuk kemudian dibagikan), menurunkan tingkat perampokan dan pencurian, menjaga ibadah di hari jumat (salat jumat) dan hari raya, menghilangkan perselisihan di antara sesama, menghakimi dengan adil, menikahkan wanita yang tak memiliki wali. Sebuah keharusan bagi pemimpin untuk terbuka dan berbicara di depan orang yang dipimpinnya, tidak bersembunyi dan jauh dari rakyatnya.
Ia sebaiknya berasal dari kaum Quraish dan bukan kaum lainnya, tetapi tidak harus dikhususkan untuk Bani Hasyim atau anak-anak Ali. Pemimpin bukanlah seseorang yang suci dari dosa, dan bukan pula seorang yang paling jenius pada masanya, tetapi ia adalah seorang yang memiliki kemampuan administratif dan memerintah, mampu dan tegas dalam mengeluarkan keputusan dan mampu menjaga hukum-hukum Islam untuk melindungi orang-orang yang terzalimi. Dan mampu memimpin dengan arif dan demokratif.
Ibnu Khaldun kemudian menegaskan hal ini dan menjelaskan lebih jauh tentang kepemimpinan kekhahalifah secara lebih singkat:
"Kekhalifahan harus mampu menggerakan umat untuk bertindak sesuai dengan ajaran Islam dan menyeimbangkan kewajiban di dunia dan akhirat. (Kewajiban di dunia) harus seimbang (dengan kewajiban untuk akhirat), seperti yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad, semua kepentingan dunia harus mempertimbangkan keuntungan untuk kepentingan akhirat. Singkatnya, (Kekhalifahan) pada kenyataannya menggantikan Nabi Muhammad, beserta sebagian tugasnya, untuk melindungi agama dan menjalankan kekuasaan politik di dunia."

[sunting] Pencabutan gelar Khalifah

Kebanyakan ulama sunni menolak pencabutan gelar khalifah apabila sudah terpilih. Tetapi fakta yang terjadi adalah sebaliknya, banyak sekali pemberontakan pada masa kekhalifahan, seperti Imam Husain yang melakukan revolusi di Karbala melawan tirani Yazid atau pengkhianatan Ibnu al-Zubayr kepada Yazid, untuk kebanyakan bagian telah terbatas keberadaannya.[2]
Para ulama klasik berpikiran sama, mereka lebih memilih diam dan tunduk kepada kekuasaan tirani. Ketiadaan kekuasaan, anarki, dan sedisi harus dihindari dengan segala cara. Mereka menyarankan untuk mengabaikan perintah pemimpin yang dianggap tidak adil atau pemimpin yang korup daripada menjatuhkan atau memberontak secara langsung terhadap pemerintahannya. Dasar dari alasan ini adalah sebuah hadis dari Nabi Muhammad, "60 hari berada dalam kekuasaan pemimpin yang buruk lebih baik dari sehari tanpa seorang sultan".
Dr. Abdul Aziz Islahi membandingkan hal ini dengan pemikiran barat:
Mengikuti para filsuf Yunani, St. Thomas Aquinas juga menggunakan sudut pandang ini, William Archibald Dunning berkomentar: "Berhubungan dengan aksi-aksi individual dalam menjatuhkan pemerintahan tirani, dia (Aquinas) menemukan bahwa lebih sering orang jahat melakukan pemberontakan dibandingkan orang baik. Karena orang-orang jahat berpendapat bahwa pemerintahan raja-raja tidak kurang beratnya daripada para tiran (raja lalim, penindas), pengakuan hak-hak pribadi warga untuk membunuh para tiran lebih menyangkut lebih besarnya peluang untuk kehilangan seorang raja daripada membebaskan diri dari seorang tiran."

[sunting] Sejarah

Abu Bakar menunjuk Umar sebagai penggantinya sebelum kematiannya, dan untungnya, komunitas muslim menerima hal ini. Pengganti Umar, Utsman bin Affan, dipilih oleh dewan perwakilan kaum muslim. tetapi kemudian, Utsman dianggap memimpin seperti seorang "raja" dibandingkan sebagai seorang pemimpin yang dipilih oleh rakyat. Utsman pun akhirnya terbunuh oleh seseorang dari kelompok yang tidak puas. Ali kemudian diangkat oleh sebagian besar muslim waktu itu di Madinah untuk menjadi khalifah, tetapi ia tidak diterima oleh beberapa kelompok muslim. Dia menghadapi beberapa pemberontakan dan akhirnya terbunuh setelah memimpin selama lima tahun. Periode ini disebut sebagai "Fitna", atau perang sipil islam pertama.

[sunting] Bani Umayyah

Salah satu kelompok penentang ˤAlī adalah kelompok yang dipimpin oleh Gubernur Syam waktu itu Muawiyah bin Abu Sufyan, yang juga sepupu Utsman. Setelah kematian Ali, Muawiyah mengambil alih kekuasaan kekhalifahan. Dia kemudian dikenal dengan nama Muˤāwiyya, pendiri Bani Umayyah. Dibawah kekuasaan Muˤāwiyya, kekhalifahan dijadikan jabatan turun-menurun.
Di daerah yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Persia dan Byzantium, bani Umayyah menurunkan pajak, memberikan otonomi daerah dan kebebasan beragama yang lebih besar bagi umat Yahudi dan Kristen, dan berhasil menciptakan kedamaian di daerah tersebut setelah dilanda perang selama bertahun-tahun.
Dibawah kekuasaan Bani Umayyah, kekhalifahan Islam berkembang dengan pesat. Di arah barat, umat Muslim menguasai daerah di Afrika Utara sampai ke Spanyol. Di arah timur, kekhalifahan menguasai daerah Iran, bahkan sampai ke India. Hal ini membuat Kekhalifahan Islam menjadi salah satu di antara sedikit kekaisaran besar dalam sejarah.
Meskipun begitu, Bani Umayyah tidak sepenuhnya didukung oleh seluruh umat Islam. Beberapa Muslim lebih mendukung tokoh muslim lainnya seperti Ibnu Zubair; sisanya merasa bahwa hanya mereka yang berasal dari klan Nabi Muhammad, Bani Hasyim, atau dari keturunan Ali (yang masih sekeluarga dengan Nabi Muhammad), yang boleh memimpin. Akibatnya, timbul beberapa pemberontakan selama masa kepemimpinan bani umayyah. Pada akhir kekuasaannya, pendukung Bani Hasyim dan pendukung Ali bersatu untuk meruntuhkan kekuasaan Umayyah pada tahun 750. Bagaimanapun, para pendukung Ali lagi-lagi harus menelan kekecewaan ketika ternyata pemimpin kekhalifahan selanjutnya adalah Bani Abbasiyah, yang merupakan keturunan dari Abbas bin Abdul-Muththalib, paman Nabi Muhammad, bukan keturunan Ali. Menanggapi kekecewaan ini, komunitas muslim akhirnya terpecah menjadi komunitas Syiah dan Sunni.

[sunting] Bani Abbasyiah

Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan dan pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian diikuti oleh orang Mameluk di Mesir pada pertengahan abad ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan. Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol yang menyatukan dunia Islam.
Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti mereka tak dapat disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain, seorang muslim Syi'ah dari Bani Fatimiyah yang mengaku bahwa anak perempuannya adalah keturunan Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada tahun 909, sehingga timbul kekuasaan ganda di daerah Afrika Utara. Pada awalnya ia hanya menguasai Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libya. Namun kemudian, ia mulai memperluas daerah kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum akhirnya Bani Abbasyiah berhasil merebut kembali daerah yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sebagai daerah kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Ummayah bisa bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian mereka mengkalim kembali gelar Khalifah pada tahun 929, sampai akhirnya dijatuhkan kembali pada tahun 1031.

[sunting] Kekhalifahan "bayangan"

Pada tahun 1258, pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan berhasil menguasai Baghdad, ibukota Kekhalifahan Abbasyiah, dan mengeksekusi Khalifah al-Mutasim. Tiga tahun kemudian, sisa-sisa Bani Abbasyiah membangun lagi sebuah kekhalifahan di Kairo, di bawah perlindungan Kesultanan Mameluk. Meskipun begitu, otoritas garis keturunan para khalifah ini dibatasi pada urusan-urusan upacara dan keagamaan, dan para sejarawan Muslim pada masa-masa sesudahnya menyebut mereka sebagai "khalifah bayangan".

[sunting] Kekaisaran Usmaniyah

Bersamaan dengan bertambah kuatnya Kesultanan Usmaniyah, para pemimpinnya mulai mengklaim diri mereka sebagai Khalifah. Klaim mereka ini kemudian bertambah kuat ketika mereka berhasil mengalahkan Kesultanan Mamluk pada tahun 1517 dan menguasai sebagian besar tanah Arab. Khalifah Abbasyiah terakhir di Kairo, Al-Mutawakkil III, dipenjara dan dikirim ke Istambul. Kemudian, dia dipaksa menyerahkan kekuasaannya ke Selim I.
Walaupun begitu, banyak Kekaisaran Usmaniyah yang memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Sultan, daripada sebagai Khalifah. Hanya Mehmed II dan cucunya, Selim, yang menggunakan gelar khalifah sebagai pengakuan bahwa mereka adalah pemimpin negara Islam.
Kekaisaran Usmaniyah
Menurut Barthold, saat dimana gelar Khalifah digunakan untuk kepentingan politik daripada sekedar simbol agama untuk pertama kalinya adalah ketika Kekaisaran Usmaniyah membuat perjanjian damai dengan Rusia pada tahun 1774. Sebelum perjanjian ini dibuat, Kekaisaran Usmaniyah berperang dengan Kekaisaran Kristen Rusia, mengakibatkan kekaisaran kehilangan sebagian besar wilayahnya, termasuk juga memiliki populasi tinggi seperti misalnya daerah Crimea. Dalam surat perjanjian damai dengan Rusia, kekaisaran Usmaniyah, dibawah kepemimpinan Abdulhamid I, menyatakan bahwa mereka akan tetap melindungi umat Islam yang berada di wilayah yang kini menjadi wilayah Rusia. Ini adalah pertama kalinya Kekhalifahan Usmaniyah diakui secara politik oleh kekuatan Eropa.
Sebagai hasilnya, meskipun wilayah kekuasaan Usmaniyah menjadi sempit namun kekuatan diplomatik dan militer Usmaniyah semakin meningkat. Sekitar tahun 1880 Sultan Abdulhamid II menegaskan kembali status kekhalifahannya sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme Eropa yang semakin menjadi-jadi. Klaimnya ini didukung sepenuhnya oleh Muslim di India, yang ketika itu dalam cengkraman penjajahan Inggris. Pada Perang Dunia I, Kekhalifahan Usmaniyah, dengan mengesampingkan betapa lemahnya mereka dihadapan kekuatan Eropa, menjadi negara Islam yang paling besar dan paling kuat di dunia.

[sunting] Keruntuhan kekhalifahan

Tepatnya pada tanggal 23 Maret 1924, keruntuhan kekhalifahanan terakhir, Kekhalifahan Turki Usmaniyah, terjadi akibat adanya perseteruan di antara kaum nasionalis dan agamais dalam masalah kemunduran ekonomi Turki.
Setelah menguasai Istambul pasca-Perang Dunia I, Inggris menciptakan sebuah kevakuman politik dengan menawan banyak pejabat negara dan menutup kantor-kantor dengan paksa sehingga bantuan khalifah dan pemerintahannya tersendat. Kekacauan terjadi di dalam negeri, sementara opini umum mulai menyudutkan pemerintahan khalifah yang semakin lemah dan memihak kaum nasionalis. Situasi ini dimanfaatkan Mustafa Kemal Pasha untuk membentuk Dewan Perwakilan Nasional - dan ia menobatkan diri sebagai ketuanya - sehingga ada dua pemerintahan saat itu; pemerintahan khilafah di Istambul dan pemerintahan Dewan Perwakilan Nasional di Ankara. Walau kedudukannya tambah kuat, Mustafa Kemal Pasha belum berani membubarkan khilafah. Dewan Perwakilan Nasional hanya mengusulkan konsep yang memisahkan khilafah dengan pemerintahan. Namun, setelah perdebatan panjang di Dewan Perwakilan Nasional, konsep ini ditolak. Pengusulnya pun mencari alasan membubarkan Dewan Perwakilan Nasional dengan melibatkannya dalam berbagai kasus pertumpahan darah. Setelah memuncaknya krisis, Dewan Perwakilan Nasional ini diusulkan agar mengangkat Mustafa Kemal Pasha sebagai ketua parlemen, yang diharap bisa menyelesaikan kondisi kritis ini.
Setelah resmi dipilih jadi ketua parlemen, Pasha mengumumkan kebijakannya, yaitu mengubah sistem khilafah dengan republik yang dipimpin seorang presiden yang dipilih lewat Pemilu. Tanggal 29 November 1923, ia dipilih parlemen sebagai presiden pertama Turki. Namun ambisinya untuk membubarkan khilafah saat itu, yang telah lemah dan digerogoti korupsi, terintangi; Ia dianggap murtad, dan beberapa kelompok pendukung Sultan Abdul Mejid II terus berusaha mendukung pemerintahannya. Ancaman ini tak menyurutkan langkah Mustafa Kemal Pasha. Malahan, ia menyerang balik dengan taktik politik dan pemikirannya yang menyebut bahwa penentang sistem republik ialah pengkhianat bangsa dan ia kemudian melakukan beberapa langkah kontroversial untuk mempertahankan sistem pemerintahannya. Misalnya, Khalifah digambarkan sebagai sekutu asing yang harus dienyahkan.
Setelah suasana negara kondusif, Mustafa Kemal Pasha mengadakan sidang Dewan Perwakilan Nasional (yang kemudian disebut dengan "Kepresidenan Urusan Agama" atau sering disebut dengan "Diyaniah"). Pada tanggal 3 Maret 1924, ia memecat khalifah sekaligus membubarkan sistem kekhalifahan dan menghapuskan hukum Islam dari negara. Hal inilah yang kemudian dianggap sebagai keruntuhan kekhalifahan Islam.
Saat ini, Diyaniah berfungsi sebagai entitas dari lembaga Shaikh al-Islam/Kekhalifahan [1]. Mereka bertugas untuk: "memberikan pelayanan religius kepada orang Turki dan Muslim di dalam dan di luar negara Turki". Diyainah memiliki kantor pusat di Ankara, Turki.
Diyaniah adalah sebuah lembaga yang mewarisi semua sumber-sumber yang berhubungan dengan hal-hal religius dari Kekaisaran Ottoman, termasuk semua arsip kekhalifahan yang telah runtuh tersebut. Saat ini, Diyainah merupakan otoritas tertinggi Muslim Sunni. Diyainah juga memiliki kantor cabang di Eropa (Jerman).
Perbedaan utama antara kekhalifahan dengan Diyainah adalah Dinaiyah, tidak seperti kekhalifahan yang mengurusi masalah negara, hanya berfungsi sebagai lembaga keagamaan. Hal ini sesuai dengan prinsip sekularisme Turki yang memisahkan urusan Agama dengan urusan negara.
Sempat muncul keinginan dan gerakan untuk mengendirikan kembali kekhalifahan setelah runtuhnya Kekaisaran Ottoman, tetapi tak ada satupun yang berhasil. Hussein bin Ali, seorang gubernur Hejaz pada masa Kekaisaran Ottoman yang pernah membantu Britania raya pada masa Perang Dunia I serta melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Istambul, mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah dua hari setelah keruntuhan Ottoman. Tetapi klaimnya tersebut ditolak, dan tak lama kemudian ia di usir dari tanah Arab. Sultan Ottoman terakhir Mehmed VI juga melakukan hal yang sama untuk mengangkat kembali dirinya sebagai Khalifah di Hejaz, tetapi lagi-lagi usaha tersebut gagal. Sebuah pertemuan diadakan di Kairo pada tahun 1926 untuk mendiskusikan pendirian kembali kekhalifahan. Tetapi, hanya sedikit negara Muslim yang berpartisipasi dan mengimplentasikan hasil dari pertemuan tersebut.

[sunting] Gerakan Khilafat

Pada tahun 1920-an "gerakan Khilafat", sebuah gerakan yang bertujuan untuk mendirikan kembali kekhalifahan, menyebar diseluruh daerah jajahan Inggris di Asia. Gerakan ini sangat kuat di India, yang saat itu menjadi pusat komunitas Islam. Sebuah pertemuan kemudian diadakan di Kairo pada tahun 1926 untuk mendiskusikan pendirian Kekhalifahan. Tapi sayang, sebagian besar negara mayoritas Muslim tidak berpartisipasi dan mengambil langkah untuk mengimplentasikan hasil dari pertemuan ini. Meskipun gelar Amir al-Mukmin dipakai oleh Raja Maroko dan Mullah Mohammed Omar, pemimpin rezim Taliban di Afganistan, kebanyakan Muslim di luar daerah kekuasaan mereka menolak untuk mengakuinya. Organisasi yang mendekati bentuk sebuah bentuk kekhalifahan saat ini adalah Organisasi Konferensi Islam atau OKI, sebuah organisasi internasional dengan pengaruh yang terbatas yang didirikan pada tahun 1969 beranggotakan negara-negara mayoritas Muslim.

[sunting] Perbandingan kekhalifahan dengan sistem pemerintahan lain

Khalifah sangat berbeda dari sistem pemerintahan yang pernah ada di dunia, seperti disebutkan di bawah ini:
  • Dalam kedudukan monarki, kedudukan raja diperoleh dengan warisan. Artinya, seseorang dapat menduduki jabatan raja hanya karena ia anak raja. Jabatan khalifah didapatkan dengan bai'at dari umat secara ikhlas dan diliputi kebebasan memilih, tanpa paksaan. Jika dalam sistem monarki raja memiliki hak istimewa yang dikhususkan bagi raja, bahkan sering raja di atas UU, maka seorang khalifah tak memiliki hak istimewa; mereka sama dengan rakyatnya. Khalifah ialah wakil umat dalam pemerintahan dan kekuasaan yang dibaiat buat menerapkan syariat Allah SWT atas mereka. Artinya, khalifah tetap tunduk dan terikat pada hukum islam dalam semua tindakan, kebijakan, dan pelayanan terhadap kepentingan rakyat.
  • Dalam sistem republik, presiden bertanggung jawab kepada rakyat atau yang mewakili suaranya (misal: parlemen). Rakyat beserta wakilnya berhak memberhentikan presiden. Sebaliknya, seorang khalifah, walau bertanggung jawab pada umat dan wakilnya, mereka tak berhak memberhentikannya. Khalifah hanya dapat diberhentikan jika menyimpang dari hukum Islam, dan yang menentukan pemberhentiannya ialah mahkamah mazhalim. Jabatan presiden selalu dibatasi dengan periode tertentu, sebaliknya, seorang khalifah tak memiliki masa jabatan tertentu. Batasannya, apakah ia masih melaksanakan hukum Islam atau tidak. Selama masih melaksanakannya, serta mampu menjalankan urusan dan tanggung jawab negara, maka ia tetap sah menjadi khalifah.

[sunting] Berbagai pendapat tentang Khalifah

[sunting] Daftar Khalifah

[sunting] Khulafa'ur Rasyidin di Madinah

[sunting] Kekhalifahan Bani Umayyah di Damaskus

  1. Muawiyah I bin Abu Sufyan, 661-680
  2. Yazid I bin Muawiyah, 680-683
  3. Muwaiyah II bin Yazid, 683-684
  4. Marwan I bin al-Hakam, 684-685
  5. Abdul-Maluk bin Marwan, 685-705
  6. Al-Walid I bin Abdul-Malik, 705-715
  7. Sulaiman bin Abdul-Malik, 715-717
  8. Umar II bin Abdul-Aziz, 717-720
  9. Yazid II bin Abdul-Malik, 720-724
  10. Hisyam bin Abdul-Malik, 724-743
  11. Al-Walid II bin Yazid II, 743-744
  12. Yazid III bin al-Walid, 744
  13. Ibrahim bin al-Walid, 744
  14. Marwan II bin Muhammad (memerintah di Harran, Jazira) 744-750

[sunting] Kekhalifahan Bani Abbasiyah di Baghdad


[sunting] Kekhalifahan Bani Abbasiyah di Kairo

[sunting] Kekhalifahan Turki Utsmani

Catatan: Sejak 1908 sistem pemerintahan Islam berakhir.

[sunting] Referensi